Dua anak bujang alhamdulillah sudah
menyelesaikan pendidikan Menengah Atas mereka. Saat ini yang mbarep menanti
hasil ujian UTBK dan yang nomor dua sedang masa pengabdian di pondoknya. Keduanya
beberapa waktu lalau juga mengikuti prosesi perpisahan sekolah atau banyak yang
saat ini menyebutnya dengan wisuda. Ya ga papalah disebut wisuda, untuk
menyenangkan hati para orangtua. Hahaha. Alhamdulillah, ga ada ‘keributan’
dengan prosesi wisuda para bujang ini. Oi, anak nomor dua bukan wisuda sih,
tetapi ‘pelantikan ustadz muda’ mengingat mereka wajib melakukan pengabdian di
sekolahnya selama satu tahun.
Nah, meskipun tak mengalami drama
secara langsung ternyata saya tetap juga mendapati ‘keriuhan’ gara-gara wisuda
ini di grup wali santrinya anak gadis kami yang duduk di bangku kelas 8 sebuah
pondok pesntren tahfidz. Anak gadis saya belum wisuda tetapi kakak kelasnya
wisuda.
Kehebohan dimulai saat sang mudir
pondok membagikan screenshoot dari sebuah status whatsapp seorang wali santri
yang ‘agak’ menyindir tentang wisuda. Saya juga agak heran, bisa-bisanya pihak
sekolah ‘menengok’ status wali santri. Ta pikir pihak sekolah itu udah sibuk
banget, ternyata masih bisa nengok status whatsapp orang ‘tidak’ penting macam
kami ini. Lalu hebohlah grup ini yang tadinya ga ada yang nyinggung-nyinggung
tentang wisuda lah malah memantik ‘keriuhan’ menjelang wisuda.
Saya sendiri sebenarnya kecewa dengan
cara sekolah menangani kasus ini. Dan ini jadi catatan saya sebagai orangtua
santri. Dalam pembahasan kitab ‘Ta’lim Muta’alim’ syeik ad-Darnuji, (kebetulan
saya pernah menulis paper tentang kitab beliau untuk tugas kuliah pasca
sarjana). Salah satu yang dibahas oleh para ulama tentang sikap yang seharusnya
dilakukan oleh muallim (ahlul ilmu/guru) adalah: hendaklah mereka para guru
tidak membuka aib para siswanya dan menasehati mereka dalam sepi. Dan juga
berlaku sebaliknya dilakukan oleh para murid untuk tidak membuka aib gurunya di
hadapan public.
Seandainya pengambilan keputusan itu
sudah menjadi hak preogatif pihak sekolah tetap tidak layak pihak sekolah malah
membawa skrinsyutan status wasap wali santri tersebut ke grup. Apalagi setelah
tahu bahwa, semua wali santri sudah melunasi biaya wisuda. Lah, harusnya kan
case closed ya. Kalau ada yang protes ditanggapi secara personal saja. Bukan kemudian
membuat list ‘siapa orangtua yang setuju untuk wisuda anaknya’. La wong wis
mbayar og, malah ribut meneh.
Saya sendiri, selalu berusaha
memenuhi biaya pendidikan anak, termasuk biaya perpisahan ini. Tetapi saya tahu
betul di luar sana ada banyak orangtua yang kesulitan membiayai sekolah
anak-anaknya. Mengingat ini tengah tahun dan dimulainya tahun ajaran baru. Belum
lagi, biaya untuk pendidikan lanjutan dan juga biaya daftar ulang. Tengah tahun
itu adalah waktu paling riewuh bagi para orangtua mempersiapkan pendidikan
anak-anak.
Mengingat wisuda ini bukan hal yang
krusial ‘menurut’ saya ya. Sebaiknya sih jika memang menginginkan adanya
perpisahan lebih baik berupa kegiatan yang lebih kekeluargaan antar siswa
tersebut dan sekolah. Apalagi prosesi wisuda itu, saya amati, sejauh ini hanya
bagi anak-anak yang berprestasi saja. Yang biasa-biasa saja ‘hanya’
penggembira. Dan hal itu tidak pernah jadi kajian oleh banyak lembaga islam. Mereka
yang biasa-biasa saja ini hanya sebagai penghiasa prosesi saja.
Kenapa tidak, kegiatannya berupa
ramah tamah. Saling mengutarakan pesan dan kesan selama bersekolah di tempat
tersebut. Berani tidak lembaga islam melakukan ini. Menerima masukan secara
langsung dari para alumni ini. Hehehe. Atau juga penyumbangan buku-buku yang
bagus ke sekolah. Mengingat banyak lembaga islam ini yang tidak menjadikan
pojok baca dan perpustakaan bagian dari pendidikan. Biaya wisuda yang sekian
itu bisa dialihfungsikan menjadi dana untuk membeli buku-buku bagus untuk
sekolah. Dan menjadi warisan jariyah untuk adik-adik kelasnya.
Saya sendiri, jujur, tidak begitu
menyukai prosesi seremonial upacara-upacara macam ini. Bahkan wisuda S2 saja
saya skip, elah. Hahaha, biayanya itu lo, mending nggo tuku tiket Jog-SG PP
jal.
Nah, begitulah keributan dan keriuhan
wisuda ini tahun ini. Saya berharap semoga tahun depan saat anak gadis saya
wisuda, ada hal yang lebih esensial yang bisa kami lakukan sebagai orangtua
saat menghadapi perpisahan anak-anak dengan sekolahnya. Aamiin.
Tidak ada komentar
Terima kasih untuk kunjungannya. Semoga bermanfaat. Harap meninggalkan komentar yang positif ya. Kata-kata yang baik menjadi ladang sedekah untuk kita semua.