Bulan Agustus lalu saya melepas anak
bujang untuk kembali ke pondoknya. Dan tak lama abangnya juga menyusul masuk ke
asrama boarding schoolnya. Banyak yang tanya apa mengizinkan anak-anak balik ke
pondok. Awalnya saya ragu, tetapi melihat kondisi pondok yang sebenarnya malah ‘lockdown
local’ saya merasa balik ke pondok itu lebih aman buat anak-anak remaja. Apalagi insya Allah anak-anak pondok menjaga kebersihannya. Penjagaan mereka terhadap wudhu juga insya Allah membantu mereka tetap bersih. insya Allah.
Jujur, mengkondisikan anak remaja
untuk ga kemana-mana selama pandemi itu jauh lebih susah daripada
mengkondisikan anak-anak yang lebih kecil. Apalagi yang paling sulung. Dia masih
aktif menjadi pengurus remaja masjid. Beberapa kali harus rapat ini-itu. Byuuh,
kalah wes anggota DPR. Hahaha.
Alhamdulillah anak-anak saat kembali
ke asrama wajib rapid test dan juga mereka dikarantina selama 14 hari di kamar
masing-masing. Alhamdulillah berjalan lancar. Dua bulan berjalan. Kami dikabari
pihak sekolah anak sulung. Bahwa pihak Pimpinan Pusat Muhammadiyah memutuskan
untuk memulangkan seluru santri yang ada di asrama demi keamanan. Duh rasanya
patah hati banget. Karena anak saya sudah menemukan ritme yang nyaman dengan
dunia asramanya. Bahkan dia bikin video segala macam dengan pihak sekolah. Tetapi
ya mau gimana lagi. Akhirnya si sulung kami jemput.
Alhamdulillahnya si abang manut. Meskipun
beberapa kali harus balik ke asrama untuk koordinasi dengan musyrifnya untuk
urusan beberapa lomba. Sedangkam adiknya yang di pondok tahfidz tetap di
pondok. Tidak ada intruksi untuk pulang di pondoknya Shuhaib. Alhamdulillah Shuhaib
juga sudah belajar dengan tertib. Mulai mengambil mengambil hafalan 20-an matan
kitab untuk dihafal. Masya Allah. Itulah ujian bagi para penuntut ilmu anakku. Menuntut
ilmu memang berat sayangku. Semoga Allah memudahkan segala urusanmu ya Nak.
Setiap giliran waktu telepon selalu
saya sempatkan untuk memotivasinya akan indahnya pahala para penuntut ilmu. Saya
usahakan mengirim makanan kesukaannya. Bahkan saya ga masalah jika dia
memutuskan untuk tidak puasa sunnah. Karena buat saya puasa sunnah itu hukumnya
sunnah, sedangkan menuntut ilmu itu wajib. Jika dia merasa lemah saat menuntut
ilmu dalam kedaan berpuasa maka saya memiminta dia untuk tidak berpuasa. Mendahulukan
menuntut ilmunya saja. Saya tahu betul beratnya menjaga hafalan quran ditambah
menghafal matan kitab-kitab. Saya giliran menghafal tafsir quran surat-surat
pendek saja bisa sampai migrain berhari-hari. Apalagi ditambah hafalan
kitab-kitab matan klasik. Masya Allah. Ya Allah mudahkanlah urusan anak-anak. Semoga
mereka diberi kelapangan jalan dalam menuntut ilmu. Ilmunya berkah
dunia-akhirat. Aamiin ya Allah.
Tidak ada komentar
Terima kasih untuk kunjungannya. Semoga bermanfaat. Harap meninggalkan komentar yang positif ya. Kata-kata yang baik menjadi ladang sedekah untuk kita semua.