Kalau ditanya apa kelebihan saya duh
rasanya saya ga punya kelebihan yang penting gitu. Kayaknya hidup saya same
with ordinary people lainnya halagh. Tetapi kata para motivator orang bisa
sukses jika dia bisa mengolah potensi terbaiknya dengan sebaik mungkin dan focus
di situ.
Okey saya coba ulik-ulik apa sih
potensi terbaik saya selama ini. Dari kecil saya suka membaca. Saya membaca
banyak genre ga pilih-pilih. Meskipun semakin kesini saya jatuh cinta dengan
buku-buku sejarah, biografi dan fiksi fantasi (barisan pecinta Harry Potter
mana suaranya?). Apa aja yang buku yang lewat di depan saya saat itu saya
usahakan untuk membaca isinya. Saat zaman SMP saya tergila-gila dengan sastra
klasik tulisan penulis-penulis barat. Hans Cristian Andersen, Jane Austen, dan
masih banyak lagi. Masa-masa putih biru bisa dibilang saya membaca banyak buku
dari yang seharusnya saya baca. Alasannya sederhana masa SMP tidak kedistrak banyak
hal seperti zaman SMA. Saya juga tidak pemilih seperti saat sudah berseragam
abu-abu. Jadi bisa dibilang banyak pengetahuan yang saya dapat hari ini dari
membaca buku.
Dan mungkin kemampuan saya menulis
dan berbicara hari ini didapat dari buku bacaan yang saya lahap. Meskipun tidak
termasuk kalangan berada saya lumayan popular di sekolah karena termasuk
jajaran siswa berprestasi. Ketika SMA saya mulai ikut taklim secara rutin dan
bertemu dengan banyak muslimah lain dari seluruh Indonesia. Bahkan saat kuliah
saya biasa mengobrol dengan mahasiswa asing yang mampir ke asrama mahasiswa
kami yang menjadi teman-teman dari teman saya satu asrama. Jadi bisa dibilang
salah satu potensi terbaik saya adalah saya mudah beradaptasi dengan banyak
orang karena buku-buku yang saya baca. Dan saya akhirnya bisa mengambil sedikit kesimpulan bahwa buku-buku yang baik yang kau baca akan mengantarkanmu pada potensi terbaikmu.
Dan hari ini saya berasumsi bahwa
kemampuan saya sebagai blogger dan penulis di beberapa media Islam banyak
ditunjang oleh bahan bacaan yang pernah say abaca. Dan selain sebagai blogger
saya mendapat amanah mendampingi beberapa komunitas muslimah kampus. Berkecimpung
dalam pentarbiyahan akhwat kampus dan juga mengisi beberapa majlis secara rutin
di beberapa kampus di Jogja. Dan saya bersyukur banget dengan kesempatan
tersebut. Karena dari situ saya bisa turut serta berkontribusi untuk islam dan
memotivasi anak-anak saya untuk menjadi muslim yang baik.
Satu nasihat yang sering yang
ulang-ulang di hadapan anak-anak dan binaan saya di kampus. “ hati manusia itu
seperti spon jika kamu tidak mengisinya dengan kebaikan maka ia akan diisi oleh
kebathilan” itu sudah sunnatullah. Jika kamu tidak disibukkan oleh hal-hal baik
maka kamu akan disibukkan oleh hal-hal buruk. Dan salah satu hukuman untuk
orang yang disibukkan oleh hal-hal buruk adalah dia tidak pernah merasa rugi
dengan hal buruk tersebut. Dia akan selamanya nyaman di sana dan saat
diingatkan dia akan marah. Dan begitu terus sepanjang hidupnya sampai maut
menjemput. Kata ustadz Omar Mita salah satu godaan syaitan yang sering kita
tidak sadari adalah kita disibukkan dengan amalan-amalan yang sia-sia atau kita
disibukkan dengan amalan-amalan yang pahalanya kecil sehingga kita dijauhkan
dari mengerjakan amalan-amalan yang pahalanya besar dan luar biasa manfaatnya. Lalu
saat terpuruk kita marah dengan orang-orang sekitar yang tidak membantu padahal
keterpurukan itu disebabkan oleh dirinya sendiri dan dosa yang dipeliharanya
terus menerus. Selalu mengenang maksiat-maksiat yang dia lakukan dan merasa
sedih karena maksiat itu berlalu. Tanpa dia sadari itulah hukuman dari Allah
atas perilaku ahlul maksiat. Dan begitu selamanya jika dia tidak mau mengubah
dirinya.
Saya melihat dua manusia yang
bertolak belakang. Yang satu menangis tersedu-sedu di penghujung malam
menyesali dosa dan maksiat yang dia lakukan. Merasa jijik dengan dirinya
sendiri karena terjerumus dalam maksiat yang tidak pernah terpikir akan
dilakukan. Berniat menolong malah terjebak pada situasi yang tidak terbayang akan pernah terjatuh ke perbuatan sehina itu setelah belasan tahun mengenal kata 'mengaji'. Menangis menghiba-hiba memohon pada Allah agar Allah tidak menghapus
amalan-amalan yang pernah dia lakukan karena dosa dan maksiat yang dia lakukan
sore itu. Sedang manusia satunya kebalikannya. Menangis tersedu-sedu karena
tidak bisa lagi mengulang maksiat tersebut dan sedih dan marah pada senja
karena kenapa perbuatan maksiat itu hanya sekejap. Kenapa maksiat dan dosa itu
tidak dituntaskan sampai hawa nafsunya puas. Merasa mellow dengan taqdir dan
selalu terkenang-kenang dengan perbuatan maksiat yang terlihat indah itu
(padahal begitulah cara kerja setan membalut sebuah dosa dengan keindahan
semu). Lalu saya teringat nasihat seorang ustadz belasan tahun lalu saat saya
hadir di daurahnya (dan saat ini sang ustadz sedang sakit dan tidak bisa
kemana-mana dalam penjara). Sang ustadz berkata “ ada dua golongan manusia saat
melihat dosa-dosa yang dia lakukan. Orang beriman akan menangis di hadapan
Allah seolah-olah akan ditimpakan gunung Uhud di atas kepalanya karena takutnya
dengan dosa dan maksiat yang dia lakukan. Sedangkan seorang ahlul maksiat biasa
saja dengan perbuatan maksiatnya bahkan kalau perlu ia akan mengulang-ulangnya
dalam kenangannya dan merasa sedih tidak terkira karena maksiat itu cepat
berlalu seperti negeri dongeng. Allahu Akbar"
Dan saya berlindung kepada Allah agar
dijauhkan sejauh malam dan siang dijauhkan seperti langit dan bintang-bintang
dari orang sejenis ini. Ya Allah kumpulkan aku dengan orang-orang shalih yang
berhimpun meninggikan agama-Mu dan berjuang dalam barisan-Mu. Aamiin.
mak, aku jadi malu dengan diri sendiri. Melakukan perbuatan yang pahalanya sedikit lalu meninggalkan amalan yang pahalanya besar :(
BalasHapusPostingannya bermanfaat bnget kak.. :)
BalasHapus