Dulu waktu anak saya baru satu. Rasanya
semua teori tentang mendidik anak saya pelajari semuanya. Setiap ada seminar
parenting saya rajin ikut. Buku-buku parenting saya borong. Karena zaman old
belum populer yang namanya sosial media saya mengumpulkan informasi dari buku
dan majalah. Saya rajin membuat kliping tentang menu MPASI. Tips-tips mendidik
anak. Resep-resep favorit untuk si kecil dan masih banyak lagi yang lain.
Mom War Sudah Ada Dari Dulu Jadi Ga perlu Merasa Keren
Tak hanya itu saya juga rajin
bergabung di milis-milis para ibu. Makanya kalau sekarang ada yang namanya Mom War
saya cuman mau bilang “ Ah situ telat, zaman baheula mah Mom War sudah ada dan
lebih hebat lagi” huahahaha. Saya juga pernah ikutan Mom War (Astaghfirullah),
yah namanya juga ibu baru. Biasa, orang yang baru ngertinya cuman sedikit itu
biasanya malah punya nyali untuk ikutan debat. Kalau sekarang saya ga ikutan
debat bukan berarti ilmu saya sudah banyak, bukaaaan. Tapi saya sadar perang antar
ibu itu ga ada untungnya kecuali lelah. Beneran. Saya pernah mencemoh para ibu yang anak
balitanya giginya pada gigis. Saya bilang “ Makanya anak-anak itu harus rutin
sikat gigi kalau malam” itu karena anak saya tiga dan semuanya giginya bagus. Eh
ga lama omongan saya dibalas sama Allah. Putri saya giginya habis dan rusak
saat umurnya baru empat tahun bahkan harus rutin mengunjungi dokter gigi.
Astaghfirullah. Dibayar Allah kontan.
Itulah saya sekarang ga pernah
tertarik sama sekali untuk ikutan Mom War. Mau jumpalitan mau koprol itu urusan
pribadi. Karena saya sadar betul mendidik anak itu urusan masing-masing
keluarga. Dan kita tidak punya hak untuk mengurus Rumah Tangga orang lain.
Saya ingat ketika anak sulung saya
baru berusia 2 bulan kami harus membawanya ke Rumah Sakit swasta di Yogyakarta.
Di rawat selama 4 hari karena konstipasi. Demam tinggi dan tidak mau menyusu.
Bayangkan bayi usia 2 bulan. Saya dan suami panik luar biasa. Tengah malam kami
membawa bayi kami ke Rumah Sakit. Bubar semua teori saya tentang parenting. Tentang
menangani anak sakit. Semua teori-teori itu ambyar saat anak-anak sakit. Tadinya
saya pikir semakin bertambahnya jumlah anak rasa panik saya saat sesuatu
menimpa anak-anak akan berkurang tapi pada kenyataan tidak.
Itulah dari sekarang saya belajar
untuk menerima anak-anak apa adanya. Setiap anak istimewa. Ada anak yang cerdas
dan komunikatif. Ada anak yang pendiam tetapi sangat peduli. Ada anak yang
aktif dan mudah dilibatkan dalam banyak urusan. Ada anak yang cuek tetapi tak
perlu kita ngomong dia langsung membantu di banyak urusan. Ada anak yang
cerewetnya minta ampun bahkan tidak bisa diam lebih dari lima menit. Ada banyak
keistimewaan masing-masing anak.
Mungkin karena alasan itu juga kami
akhirnya memilih metode Homeschooling untuk anak-anak. Saat si sulung memilih
untuk ‘pulang’ ke rumah daripada melanjutkan sekolah formal kamilah orang
pertama yang ada untuknya. Bahkan saat semua orang mencela pilihan kami tidak
pernah sekalipun saya menunjukkannya di hadapan putra saya. Saya selalu katakan
padanya “ Tidak ada yang salah dengan
tidak sekolah yang salah adalah saat kamu berhenti belajar”. Dan kata-kata
itu yang dipegang anak-anak dari kami. Itulah kenapa saya berani bilang "anakku, ibu akan selalu ada untukmu" meskipun nanti kalian dewasa kalian jauh dari rumah tetapi doa ibu selalu ada untuk kalian.
Tak hanya itu masing-masing anak juga
berbeda gaya saat sakit. Ada yang saat sakit sedikit-sedikit memanggil minta
dipijit keningnya, dielus perutnya atau diusap punggungnya. Ada anak yang sakit
gampang banget disuruh minum obat. Ada anak yang baru lihat botol obat langsung
sembuh. Ada anak yang ga bisa makan obat kecuali dengan pisang. Ada anak yang
sakit anteng banget disuruh apapun iyain aja. Anak-anak adalah guru kehidupan
bagi para orangtua.
Tetapi dari semua teori saat anak
sakit yang saya selalu ingat ada dua. Pertama adalah Jangan Panik dan kedua adalah Selalu sediakan obat penurun panas di dalam kotak obat. Karena kalau panik sudah
deh ga bisa lagi kita mikir apa yang harus dilakukan. Dan kenapa obat demam? Karena
rata-rata penyakit pada anak dimulai dengan demam. Jadi pencegahan pertama ya
harus dengan menurunkan demamnya.
Makanya ga heran saya akrab dengan
Tempra dari belasan tahun lalu. Alasan pertama sih karena ‘aman di lambung’. Saya
nyimpen Tempra di kotak obat dari anak baru satu sampai sekarang anak saya
sudah enam orang.
Kenapa pilih Tempra?
Tempra ada tiga pilihan: Tempra Forte
(untuk 6-12 tahun), Tempra Syrup (untuk 1-6 tahun) dan Tempra Drops untuk
anak-anak di bawah dua tahun. Tersedia dalam rasa anggur dan jeruk yang lebih
nyaman di lidah anak-anak. Tempra cepat menurunkan demam Kandungan paracetamolnya bermanfaat untuk
antiperitika pada pusat pengaturan suhu tubuh di otak sehingga membantu
menurunkan demam dengan cepat. Dan analgetik dengan meningkatkan ambang rasa
sakit jadi membantu mengurangi nyeri saat demam. Tempra juga tidak menimbulkan iritasi
lambung. Dan yang bikin tenang karena Tempra BEBAS ALKOHOL. Selain itu tidak perlu
dikocok, larut 100%. Dan juga dosis tepat (tidak menimbulkan over dosis atau
kurang dosis)
Saya sendiri selalu menyediakan
Tempra Syrup dan Tempra Forte di rumah untuk persediaan. Dari anak pertama
sampai anak ke-6 saya menggunakan Tempra untuk membantu saya menurunkan demam
anak-anak. Tempra dikeluarga saya sudah dipercaya turun temurun menjadi obat
demam.
Pertolongan pertama Pada Demam
1. Ukur suhu tubuh anak.
2. Perbanyak asupan cairan tubuh (air
putih atau sari buah)
3. kurangi pemakaian pakaian yang
tebal.
4. Kompres dengan air hangat pada
dahi dan ketiak.
5. Berikan Tempra Drops (untuk anak
dibawah 2 tahun) Tempra Syrup (untuk anak 1-6 tahun) dan Tempra Forte (untuk
anak 6-12 tahun) sesuai dosis yang tersedia pada kemasan. Dengan menggunakan
gelas takar yang tersedia dalam kemasan.
Tetapi jika demam anak-anak tidak
turun sampai hari ketiga atau misalnya anak-anak terlihat lemas saya langsung
membawanya ke dokter. Alhamdulillah selama ini anak-anak hanya mengalami demam
biasa.
Makanya ga heran andalan saya kalau
anak-anak demam meskipun mereka sudah beranjak remaja saya pakai Tempra. Apalagi
anak saya juga masih ada yang balita jadi saya tetap menyimpan Tempra di kotak
obat di rumah.
Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog yang diselenggarakan oleh Blogger Perempuan Network dan Tempra.
Hiks..sekarang sih masih pada piyik entahlah kalo mereka dewasa nanti jadi membayangkan adegan seperti cerita dia atas mak. Moga2 biaa tetap sehati sama anak-anak sampe kapanpun
BalasHapusaku jadi ingat, dulu obat demam yang dibawain bapak sepulang ngajar les tuh tempra... itupun sisa separo dari bosnya bapak...
BalasHapusIya ya, sebenarnya dulu mom war sudah ada, bahkan sering dikatakan langsung. Sekarang jadi ramai karena selain medsos yg membuat kita seperti siaran, juga karena kebanyakan sindir2an, nyinyir2an, nggak jelas sasaran jadi rame doang, nggak ada solusi malah mancing perang tambah seru. Yg pengalamannya lebih panjang & sudah ngerasain nggak ada faedahnya sama sekali kebanyakan ngomong kayak gitu pasti sudah insyaf. :)
BalasHapussemanggat mba
BalasHapusDanisa Butter Cookies