Angkutan Umum Yang Tidak Nyaman Dan Tidak Mudah Dijangkau
Saya tinggal di sebuah kampung di
pinggiran Bantul, Yogyakarta. Meskipun kampung tetapi bisa dibilang tetangga
saya kebanyakan orang berada. Gimana ga sugih-sugih. Lah wong di sekitaran
Pleret itu terkenal sebagai juragan ternak (sapi dan kambing). Jadi ga heran
meskipun ndeso fasilitas di rumah para tetangga itu lengkap. Makanya ga heran
kalau ngeluyur sedikit jauh ke pelosok Pleret banyak bertaburan mobil-mobil
mewah 4 X 4 R. Pajero, Estrada dll. Wajah ndeso rejeki kuto (wajah kampung
tetapi rejekinya orang kota).
Makanya ga heran setiap pagi dan
waktu pulang sekolah berseliweran anak-anak sekolah yang belum cukup umur
membawa kendaraan bermotor atau sepeda motor. Tidak pakai helm dan atribut safety riding yang lain. Bahkan sering
tiga orang berboncengan dalam satu motor. Motornya bukan motor jadul ya. Lah
horang kaya gitu lo. Minimal Vario terbaru atau Honda Scoopy imut kalau yang
bawa anak-anak gadis.
Kemana Gerakan Sego Segawe?
Slogan Sego Segawe (Sepeda Dinggo Sekolah Lan Nyambut Gawe) yang pernah
booming di zaman pak Hariyadi Suyuti masih menjabat menjadi walikota Jogja
hanya tinggal kenangan. Bagaimana mungkin para orangtua tega membiarkan
anak-anak mereka memakai sepeda berjibaku dengan kejamnya jalan raya. Kalau
saya sendiri sih mengantar anak-anak dengan kendaraan bermotor. Dulu pernah
Osama berangkat latihan naik sepeda ke kota. Tapi jujur saya deg-deg an. Jalan
raya Jogja saat ini benar-benar tidak aman dan nyaman untuk para pengendara
sepeda. Sudah ga ada ceritanya Jogja kayak dulu kemana-mana orang ngonthel
(naik sepeda Jawa). Itu tinggal kenangan.
Bersepeda Bagus Buat Pertumbuhan Anak-Anak
Padahal sebagai orang tua saya sudah
khatam tahu betul bahwa bersepeda itu sangat bagus untuk pertumbuhan anak-anak
sekolah. Membantu menyehatkan tubuh dan olahraga yang bagus buat pertumbuhan
badan. Jadi ga ada ceritanya tuh anak-anak zaman dulu yang naik sepeda
kemana-mana kena obesitas.
Hasil penelitian The Compendium of Physical Activities
Tracking Guide yang dilansir dari laman Reader's Digest, memaparkan besarnya
kalori yang terbakar ketika Anda bersepeda dengan kecepatan tertentu.
Kurang dari 16 Km/Jam, alias berkendara santai, akan
membakar 272 kalori setiap jamnya.
Kecepatan 16 sampai 19 Km/Jam, akan membakar 408 kalori.
Kecepatan 19 sampai 22 Km/Jam, atau bersepeda sedikit
cepat, akan membakar 544 kalori.
Kecepatan 22 sampai 26 Km/Jam, atau bersepeda cepat
akan membakar 680 kalori tiap jam.
Kecepatan 26 sampai 30 Km/Jam, dengan berkendara
sangat cepat akan membakar 816 kalori.
Lebih dari 30 Km/Jam, dengan berkendara kecepatan
balap akan membakar 1.088 kalori.
Bahkan bersepeda mampu membentuk
massa otot yang bagus. Tetapi harapan untuk bisa kemana-mana naik sepeda ini
‘kalah awu’ dengan seliweran anak-anak lain yang kemana-mana naik motor. Jangan
tanya siapa yang salah di sini. Semua pihak punya andil menyumbangkan
kesalahan. Orang tua yang kurang aware
dengan kebutuhan anak-anak, pihak sekolah yang pura-pura tidak melihat
anak-anak yang membawa kendaraan (biasanya kendaraan mereka titipkan di
warung-warung bukan sekolah), pemerintah daerah yang tidak bisa menyediakan
fasilitas jalan dan angkutan umum yang memadai dan anak-anak sendiri yang
memang memilih untuk terlihat keren dengan cara memakai kendaraan bermotor.
Saya sendiri jujur mengakui putra
sulung kami 14 tahun sudah bisa mengendarai motor. Ayahnya sendiri yang
mengajarinya naik motor. Alasan paling utama adalah agar dia tidak belajar naik
motor dari teman sebayanya. Jika ayahnya yang mengajarinya naik motor ayahnya
bisa sekalian mengajarinya tentang petunjuk manual adab seorang pengendara
kendaraan di jalan raya. Tetapi meskpun anak saya bisa naik motor kami tidak
mengizinkannya membawa kendaraan bermotor.
Dua masalah ini muncul beriringan.
Keamanan dan kenyamanan untuk bersepeda tidak memadai lalu anak-anak memilih
memakai sepeda motor. Dan masalah menjadi lebih rumit saat anak-anak belum
cukup umur diberikan kendaraan bermotor. Nyawa taruhannya.
“Pengendara dengan rentang usia tersebut, menyumbang 5
persen sebagai pelaku kecelakaan. Jika dihitung angka totalnya, setiap tahun,
setidaknya rata-rata ada 4.000-an anak terlibat dalam kecelakaan lalu lintas
jalan,“ ujar Edo Rusyanto, Koordinator Jaringan Aksi Keselamatan Jalan (Jarak
Aman) kepada KompasOtomotif, Kamis (6/10/2016).
Tak hanya itu masih menurut Pak Edo
“Bila rujukannya adalah korban kecelakaan lalu lintas jalan, dapat dilihat
bahwa dalam rentang lima tahun terakhir, yakni 2011-2015, kontribusi korban
kecelakaan usia 15 tahun ke bawah mencapai sekitar 18 persen dari total korban
kecelakaan di Indonesia. Angka itu lebih besar dibandingkan rentang usia 50
tahun ke atas. Angka yang wow sekali. Dan saya yakin angka ini bisa terus
bertambah jika kita tidak berupaya menghentikan lingkaran setan ini.
Saya punya usul nih kepada pemerintah
Yogyakarta. Usul seorang mamak yang sedih sekaligus gemes setiap hari berjibaku
di jalan raya dan saingannya adalah anak-anak cilik ngebut di jalan yang
istilahnya ‘ midhak telek wae rung mlenyek’ alias ‘menginjak (maaf) tahi ayam
aja belum meleleh tahi ayamnya’.
1. Dibuatkan shelter-shelter untuk
parkir sepeda anak-anak di perbatasan antar kota dengan desa. Jadi anak-anak
dari desa tetap bisa berangkat ke sekolah dengan sepeda dan kemudian
memarkirkan sepedanya di shelter tersebut lalu kemudian naik bis kota untuk
menuju sekolah masing-masing.
2. Pemerintah daerah memperbaiki
kondisi jalan dan dibuat jalur khusus untuk pengendara sepeda. Jadi dulu di
Jogja kita bisa menemukan tulisan di aspal ‘ jalur khusus sepeda’ tetapi
sekarang tulisan itu hilang. Ga ngerti juga kenapa jalur khusus sepeda ini jadi
tidak populer lagi.
3. Sekolah dan pemerintah daerah
mengapresiasi anak-anak yang bersepeda dengan menghadiahi mereka sepeda yang
bagus dan memadai. Atau kalau perlu beri hadiah jalan-jalan ke negeri-negeri
tetangga yang familiar dengan sepeda di jalanan.
4. Sekolah-sekolah bekerjasama dengan
produsen sepeda dalam negeri dengan memberi harga sepeda yang terjangkau untuk
anak sekolah.
5. Perketat ujian seleksi SIM
sehingga anak-anak di bawah umur tidak bisa mengelabui aparat dengan menaikkan
umur mereka agar bisa memiliki SIM. Sebenarnya ini juga andil orangtua sih.
Jadi hendaknya penyuluhan kepada para orangtua juga harus terus digalakkan.
6. Kampanye ke sekolah-sekolah
tentang ‘berkendara yang aman di jalan raya’. Sehingga anak-anak juga tahu
bahwa membawa motor bagi anak-anak di bawah umur itu sangat berbahaya. Pihak
sekolah bisa bekerjasama dengan dinas perhubungan dan juga
perusahaan-perusahaan kendaraan bermotor.
7. Ajak para orangtua untuk lebih
aware dengan tidak memberi izin anak-anak mereka memakai sepeda motor di jalan
raya. Hal ini bisa dilakukan saat pertemuan wali murid dan guru yang biasanya
rutin diadakan oleh pihak sekolah saat pembagian rapot.
8. Beri tanda khusus bisa berupa pin
atau gelang logam yang ada barcode-nya yangber bentuk unik dimana anak-anak yang memiliki benda tersebut
akan mendapat diskon khusus saat membeli buku atau makanan di gerai-gerai
makanan. Cara kerjanya sederhana anak-anak hanya diminta menempelkan barcode tersebut di mesin kasir dan akan mendapat harga promo. Ini memang harus inisiatif oleh pemerintah daerah setempat.
9. Buat sebuah aplikasi yang bisa
digunakan oleh para pemakai sepeda untuk memudahkan perjalanan mereka. Misal aplikasi 'cylcenation (asal aja sih namanya ) ada fitur jalan yang tidak macet, fitur jalur alternatif, informasi cuaca,
promo diskon untuk para pengguna sepeda, dll.
Mungkin itu sedikit usulan saya
sebagai seorang mamak yang memiliki anak remaja yang khawatir dengan
bertambahnya jumlah pengendara motor dari kalangan anak-anak. Semoga gerakan
‘Sego Segawe’ di Jogja kembali marak. Anak-anak menjadi lebih sehat dan udara
juga lebih kondusif karena berkurangnya polusi. Dan slogan smartcity bisa terwujud di kota Yogyakarta. Smart kotanya smart juga penduduknya.
Selamat bersenang-senang anak-anak
Jogja. Ayo bersepeda. Taklukan dunia dengan pikiran yang sehat dan tubuh yang
kuat.
Anak sekolah sekarang kebanyakan naik. motor di usia SMP, dan orang tua mengijinkan dalam tanda kutip kadang dengan terpaksa. Salah satunya karena moda transportasi yg tidak mudah, kebanyakan ganti atau lama diperjalanan. Miris juga ya, anak kecil sudah diijinkan bawa kendaraan bermotor, padahal orang tua seharusnya sayang kepada anaknya, kan di peraturan jelas banget batas usia si anak diperbolehkan membawa kendaraan, apalagi emosi anak kan masih labil. Sarannya oke banget, semoga pemerintah Yogyakarta membaca dan mengkajinya tris direalisasikan y
BalasHapusdi Jogja tuh sekarang akeh banget cah cilik do numpak montor. gemes aku
Hapusmending aku ngalah kalo ada anak-anak bawa motor, ga usah deket2 atau biar dia duluan.
BalasHapusiya aku kadang ngalah kalo ketemu bocah2 bawa motor, sing waras ngalah
HapusAku sering negur murid yg seliweran pakai motor.ga jarang kelas 4 udah geber gas kemana2. Ini memang peran ortu banget sih...
BalasHapusiya Cheil, ini andil orangtua juga sih sebenarnya ;(
HapusDisini juga gitu. Anak2 kalo bawa motor bawaannya sotoy gitu. Udah gak pake helm, bertiga, slanang slonong seenaknya. Kadang melawan arus. Ngeselin deh. Lebih ngeselin dari emak2 yang bawa motor. Karena emak2 masalahnya cuma bloon aja di jalan raya. Kalo anak2 sotoynya itu yang gak tahan
BalasHapusnah itu mbak Ade, menurutku anak2 yg bawa motor lebih sotoy daripada emak2 bawa matic. belagu kalo anak2 bawa motor bawaan mereka pengen ngebut aja
HapusAku tuh paling sebel liat anak2 bawa motor sendiri, di komplek tmp aku tinggal sini banyak anak SD udh seliweran bawa motor :(
BalasHapusyang saya gak ngerti kok ortu membiarkan anak2 naik motor ya dan anak yg sdh bisa naik motr rasanya terlihat bangga dan keren
BalasHapussaya jg prefer anak punya sepeda puas2in main sepeda drpada gadget. anak sy udah minta gadget tapi dirayu2 agar sepeda aja, tinggal cari uangnya buat beli sepedanya hehe
BalasHapus