MERDEKA?
Kemarin pas 17-an saya lagi ada acara
di luar rumah dan anak-anak sibuk ikutan lomba 17-an di dekat rumah. Biasanya
sih anak-anak jarang ikutan lomba 17-an karena entah kenapa tahun-tahun
sebelumnya pas aja selalu ada kegiatan eskul dan ga di rumah. Nah tahun ini
anak-anak pas selo jadinya bisa ikutan gabung. Sore itu pas nyampe rumah saya
nanyain si Mush’ab gimana tadi lombanya. Dan jawaban si Mush’ab bikin saya
ngikik ga brenti-brenti. Dia ngambek ga mau ikutan lomba lagi soalnya pas lomba
pertama itu makan kerupuk “ Apa, kelupuknya ga boleh dipegang kok. Ditali kan
aku jadi ga bisa megang, mana bedili lagi (maksudnya berdiri)” saya sama bapaknya sampe kepingkel-pingkel denger
jawaban dia.
Jadi pas pembagian hadiah tidak ada
satupun nama Mush’ab yang dipanggil. Dia mutung duluan soalnya gara-gara
kerupuk ini. Hahahaha. Jadi sementara ini sih makna kemerdekaan yang ditangkap
oleh Mush’ab adalah isu makan kerupuk yang ga boleh dipegang ini. Meskipun saya
dan bapaknya sudah bercerita juga tentang gimana perjuangan orang-rang
terdahulu membebaskan Indonesia dengan bahasa sesederhana mungkin. Dan bapaknya
setuju banget Mush’ab batal ikut makan kerupuk alasannya sih sederhana. Buat
bapaknya “ tidak boleh makan sambil berdiri” TITIK. Hahahaha. Jadi sama
bapaknya si bocah ini langsung dipeluk dan dibangga-banggain sama bapaknya
karena ga mau makan kerupuk sambil berdiri ini. Hihihihi.
Nah, di rumah kami sendiri makna
kemerdekaan yang paling hakiki sih “ saat menjadikan Allah saja sebagai
sesembahan dan tempat bergantung”. Itu sudah fix secara makna meskipun
technically masih perlu baaanyak sekali perbaikan. Tidak hanya pada anak-anak
tetapi juga pada diri kami sebagai orang tua. Kadang kami sendiri merasakan ‘ketakutan-ketakutan’
tidak mampu membesarkan anak-anak dengan baik dan benar. Padahal anak-anak ‘milik’
Allah dan kami hanya dititipi saja.
Kadang saat ada anak yang ‘susah’
banget dinasihatin saya sampai nangis dan curhat ke sibapak. Dan dengan
santainya si bapak selalu nasihatin. Anak itu titipan, mintalah sama sang
pemilik-Nya untuk melembutkan hati anak. Dan saya jadi tersadar kembali. Ya
Allah, kenapa saya sampai merasa ‘hebat’ gitu seolah bisa ‘mendidik’ anak
dengan baik. Ya Allah, selama ini yang ‘menjaga’ anak-anak itu Allah. Hiks. Kemudian
baper, halagh.
Makanya kalau denger anak-anak lagi
ngobrol sama saudaranya atau sama temennya saya kadang suka ‘nguping’ apa sih
yang diobrolin. Kadang kalau dengar
obrolan mereka antara terharu, takjub, gemes, mangkel dan seabreg perasaan
lain. Soalnya obrolan anak-anak itu antara serius dan konyol. Dan mereka
kayaknya merdeka banget buat ngungkapinnya ga perlu pake jaim-jaim an hahahaha.
Eh mampir ya ke tulisan tentang
kemerdekaan buat para emak di KEB http://emak2blogger.com/2017/08/20/makna-kemerdekaan-bagi-wanita/ tulisannya mbak Nur Rochma
Kalau emak-emak apa nih makna merdeka buat emak?
Kalau emak-emak apa nih makna merdeka buat emak?
Setuju salah ciri emak merdeka punya anak yang shalih dan shaliha jadi tiada beban setuju dua menjadikan Allah tempat mengadu sehingga merdeka dari beban rasa
BalasHapusSuka sama Mush,ab yang memilih teguh dengan pendiriannya. Anak zama sekarang kan lebih mudah mengikuti arus. Jadi anak sholih ya.
BalasHapusMakna merdeka buatku, bersama ayahnya bisa mendidik Ais jadi sholeh tapi tetap bebas berekspresi. Gimana ya, kalo anak hepi n tenang, ortu juga ikutan hepi dan tenang, ya kan?
BalasHapusItu keterangan fotonya ada dmn mb, semacam science park gitu ya
BalasHapusMudah2an ya mba anak2 kita jadi anak yg sholeh dan sholeha. Aamiin... gak ada yg bikin happy emak selain anak2nya.
BalasHapusHahahaha, mushab lucu ya. Namanya juga lomba makan krupuk, masak gak boleh ditali. Maunya makan krupuk kyk dirumah mungkin. Jadi ikut terpingkal-pingkal. Hahahaha
BalasHapus