Gerakan Sekolah Yang Menyenangkan
dan
Manusiawi
pict.sumber: FB Gerakan Sekolah Menyenangkan |
Jadi bulan Mei ini saya mengikuti dua event yang bagus banget yang pertama kemarin ketika menghadiri media Gathering bersama Faber Castell bisa dilihat di sini. Dan hari ini tanggal 30 Mei 2016 ini saya menghadiri seminar dalam rangka Pencanangan Gerakan Sekolah Yang Menyenangkan dan Manusiawi yang kemudian di singkat dengan GSM (Gerakan Sekolah Menyenangkan).
Sebagai keluarga yang
anak-anaknya menjalani pendidikan alternatif tentu saja saya selalu berusaha
belajar dan menyerap banyak ilmu yang berkaitan dengan pendidikan yang
memanusiakan manusia.Makanya saat seorang teman yang bekerja di protokoler Universitas Gadjah Mada mengabari ada kuliah umum tentang Sekolah Menyenangkan dan Manusiawi saya langsung mendaftar. Dan senangnya ketika seminar saya dapat tempat duduk pas dibelakang para pembicara. Jadi ketika pemaparan di depan materi benar-benar saya usahakan menyerap dengan maksimal.
Seminar yang diadakan di
sekolah Magister Managemen Universitas Gadjah Mada ini di isi oleh empat
pembicara yang semuanya memiliki konektivitas dengan dunia pendidikan. Pembicara
pertama ada Profesor John Laughren dekan fakultas Ilmu Pendidikan dari Monash
University Australia, kemudian ada Profesor PM.Laksono guru besar Antropologi Universitas
Gadjah Mada, lalu ada Bapak Muhammad Rizal dosen fakultas Teknik Elektro
Universitas Gadjah Mada ( yang menjadi penggagas Gerakan Sekolah Menyenangkan
di Indonesia) lalu yang terakhir adalah Ken Chatterton seorang guru dari Clayton
North Primary School (CNPS) Australia.
Kuliah
umum ini dibuka dengan penandatangan MOU pihak UGM dengan Monash University dan
sekolah contoh di Yogyakarta dalam pencanangan Gerakan Sekolah Menyenangkan. Kemudian
pembicara pertama diberikan kepada Profesor Laughren. Beliau sangat atraktif
dan menyenangkan. Bahkan beliau memberi contoh langsung bagaimana guru
mengajar. Meskipun bahasa Inggris saya pas-pasan tetapi Alhamdulillah moderator
sangat pandai menjelaskan sebagian isi ceramah profesor Laughren. Yang saya
tarik dari apa yang dibawa oleh beliau adalah bahwa pendidikan itu adalah
1. Hubungan Proses Belajar-Mengajar. Bahwa
belajar itu tidak sekedar mendengar tapi lebih komplek lagi. Jadi melibatkan
siswa dalam dunia pendidikan itu mutlak. Bahkan pendidikan yang berkualitas
memerlukan persetujuan siswa. Dan mengajar itu berbeda dengan memberi tahu. Jadi
tidak melulu transfer ilmu tapi lebih luar biasa dari itu.
2. Jangan pernah mengabaikan pengalaman
mendasar siswa. Bahwa ketika anak-anak sekolah datang ke sekolah mereka
pasti membawa banyak pengalaman sederhana yang sebenarnya itu berupa
pengetahuan yang bermanfaat apalagi jika dikolaborasikan dengan pengetahuan
yang diberikan oleh guru. Noted. Ajak siswa terlibat aktif dengan pembelajaran.
Tanya mereka apa yang mereka ketahui tentang pelajaran yang akan dipelajari. Ini
benar-benar memantik proses pendidikan menjadi lebih hidup. Bukannya malah
dalam bentuk test. Hiks.
Makanya setuju
banget ketika pak Rizal bilang pendidikan yang sukses itu adalah pendidikan
yang memanusiakan manusia. Yang ketika guru mampu memantik minat siswa untuk
memepelajari banyak hal tanpa di oyak-oyak gurunya. Pak Rizal sendiri berbagi pengalaman ketika
anak-anaknya menjalani sekolah di Australia anak-anaknya benar –benar enjoy
belajar. Mereka membaca banyak buku, searching di internet untuk menambah
pengetahuan kemudian membuat project-project sains dan sosial dan memaparkannya
dengan berani dihadapan teman-temannya. Lalu ketika mereka pulang ke Indonesia
hanya butuh hitungan bulan semua dasar itu ambyar. Yang ada adalah test-test
yang tak berkesudahan. Jadi kemampuan siswa hanya dinilai dengan test. Bukan karya
ataupun project-project yang memberi kemanfaatan bagi masyarakat ramai.
Kritik dan gagasan yang luar biasa hebat datang dari profesor PM
Laksono, guru besar Antropologi Universitas Gadjah Mada ini mengemukakan
gagasan sederhana. Bagaimana jika pendidikan nasional Indonesia mengangkat
budaya lokal. Ini sejalan dengan penelitian dari Universitas Havard yang
mengatakan bahwa siswa-siswa di Amerika yang kemudian menjadi orang sukses dan
berpenghasilan besar ternyata tidak datang dari siswa-siswa pintar dengan
nilai-nilai yang bagus tetapi kebanyakan mereka adalah siswa-siswa yang
memiliki keterampilan hidup yang hebat
Ide prof Laksono ini
sebenarnya sederhana. Menurut beliau saat ini arah pendidikan kita malah
menjauhkan masyarakat dari kearifan lokal yg padahal kearifan lokal itu
merupakan keterampilan hidup yg mahal harganya. Jadi kenapa tidak misalnya
mengkonversikan nilai UN, misal di Flores yang pengahasilan utamanya menenun
dan harganya mahal. Dan menenun butuh keahlian khusus, ada hitungan rumit
didalamnya, jadi ketika ada anak yg pandai menenun tinggal tambah diajari baca
tulis hitung dia sudah bisa dapat ijazah SD misalnya. Yang nantinya jika
anak-anak menhghasilkan karya dan diapresiasi mereka pasti akan bersemangat
untuk mempelajari hal-hal yang lebih lagi. Ohemji, coba itu yg digaungkan,
berapa banyak karya luar biasa yg bisa dihasilkan anak Indonesia. Karena kata
beliau aneh saja ketika di Flores dulunya menghasilkan kain-kain tenun terbaik
setelah pendidikan datang ke sana yang ada setelah lulus UN anak-anak tidak ada
yang bisa menenun.
Ini kemarin sejalan dengan
kampanye yg diusung oleg Faber Castell( kmrn aq ikut preskonnya) jadi sekarang
arah pendidikan di barat adalah Creative thinking to Creative making, jadi saat
ini kreativitas sudah bisa dijadikan sandaran hidup dan sumber mencari nafkah.
Tidak melulu nilai bagus lagi. Dan mereka membuktikan itu
Saya suka banget waktu pembicara
kedua Ken Chatterton (bukan karena beliau yang good looking, eh ^^) dari Clayton
North Primary School (CNPS) Australia salah satu primary school disana yg
bercerita bahwa di Aussie ketika anak-anak belajar tentang sains maka mereka
diajak untuk belajar sains yg well being,
ini kan keren banget, jadi mereka belajar IPA ga cuman IPA doang tapi belajar IPA
untuk kehidupan yg lebih baik.
Dan kata beliau lagi nih
penelitian memberi gambaran bahwa individu-individu yang bahagialah yang
ternyata kelak bisa memberi perubahan yang positif di masa depan. Jadi pendidikan
yang menyenangkan itu berpengaruh luar biasa untuk kedepannya. Bahkan yang agak
bikin kaget ketika pak Rizal bilang 20 tahun ke depan Indonesia akan mengalami
bonus demografi yakni banyak jumlah penduduk yang memiliki usia produktif yang
ini tidak dimiliki oleh negara-negara barat. Lihat saja tingkat kelahiran di
barat yang kecil atau malah nol. Ini artinya kesempatan yang luar biasa bagi
bangsa Indonesia untuk menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas untuk
dunia. Bukan hanya sekedar sumber daya
minim keahlian. nah GSM sendiri mengadakan workshop untuk para guru di beberapa sekolah di Yogyakarta. dan semua biaya ini di usahakan sendiri lo oleh pak Rizal dan para relawan. bahkan dua pembicara dan tutor dari Aussie itu berangkat ke Yogyakarta dengan biaya sendiri. demi sebuah pendidikan yang bermanfaat memang harus ada pengorbanan yang sedemikian rupa.
Mungkin itu yang bisa
saya tarik dari kuliah umum Pendidikan Yang Menyenangkan dan Manusiawi hari
ini. Dari tadi saya benar-benar berusaha mengingat kembali amteri dan langsung
menuliskannya. Karena saya pikir sayang banget kalau sampai amteri keren macam
begini hilang. Dan buat yang tertarik dengan Gerakan Sekolah Menyenangkan yang
digagas oleh pak Rizal dan istri beliau, ibu Novi, monggo datang saja di
websitenya di www.sekolahmenyenangkan.org.
Selamat bersenang-senang
semuanya!
saya setuju banget kalau sekolah itu harus membuat enjoy anak2, bukan malah anak2 jadi tertekan
BalasHapusnah itu mungkin yang kurang kloppnya ya mak, bagi sebagian sekolah nilai bagus itu identik dengan serius dan tertekan hahaha
HapusBener Mak Irul, kasian anak anak jika sekolah tidak HEPI dan dipaksakan
BalasHapusiya mak prima, aku dulu meraskan banget bagaimana sulungku
HapusCNPS kepleset bacanya jd CPNS. Khayalanku banget ni sistem pendidikan di Ind gak melulu masalah tes dan nilai.
BalasHapusberharap banget ya mak diba
HapusAnakku yg masuk kelas akselerasi itu ditekan untuk belajar terus sampai2 ada bbrp ekstrakulikuler yg tidak boleh diikuti spy nggak mengganggu belajarnya. Sampai ortu disuruh bayar les lagi utk mengejar nilai. Minggu yg seharusnya main atau olahraga jam 6 pagi les di sekolah. Bener2 yg mendewakan nilai. Kalau nggak berani kyk mak Irul, nggak mungkin banget bisa mengutamakan kemauan anak dlm sistem pendidikan Ind. Bahkan sekolah2 swasta yg mihil itu punya target utk masing2 siswa smp aku geleng2 kepala ketika para ibunya cerita, udah sekolah full day msh ada PR lagi.
BalasHapusaaaak mak Lusi aku jadi tambah sedih dengernya
HapusAh makasih banyak sharingnya mbak. Menarik sekali ya pembicaraannya dan benar pendidikan jg hrus melibatkan anak, anak dipantik utk ikut berpikir dan berpendapat tdk hanya sekedar duduk, mendengarkan dan mengerjakan ujian. :) Salam kenal
BalasHapusanak janagn terbebani karena sekolah, harus membuat mereka nyaman
BalasHapusmbak irul...bwrasa bersalah banget aku sebagai guru.. gimana gak coba, kalau nilai jelek kelasnya dibilang kelas paling bodoh. ngejar tes ini itu sementara anak2 gak happy..jujur aja dilema. tapi buat aku yang penting mereka paham konsepnya aja sih.soal nilai nomor sekian.. kenadalanya banyak ortu yang masih berorientasi banget ke nilai....
BalasHapusmau gimana yaaaa pendidikan Indonesia nantinya :(
cb aku iso melu seminare mbak.....hahahaha
Mewakili suara hatiku ini Mak.
BalasHapusSemoga pemerintah menyadari hal ini.
Luar biasa ..
BalasHapusTerimakasih telah memposting kegiatan GSM pada bulan Mei 2016 lalu.
Kami ijin share di fanpage facebook kami : Gerakan Sekolah Menyenangkan.
Salam,
GSM
omaygat keren2 banget tulisan nya mbak.. terutama tentang homeschooling nya.. suka deh.. terimakasih
BalasHapus