WADJDA, Impian Seorang Anak Perempuan Arab
Seperti yang saya bilang di akhir
tahun kemarin. Saya akan memperbanyak postingan organik dan menambah value
dengan mereview buku dan film yang saya anggap bagus. Kali ini saya mau berbagi
sedikit review tentang film “WADJDA”. Film ini pernah mendapat
penghargaan khusus di festival film Dubai. Dan beberapa penghargaan film internasional. Dirilis pertama kali di Islandia (bukan di Arab). Sebagai informasi tambahan, di
negara-negara Arab perkembangan film bisa dibilang terbatas. Kecuali Iran yang
memang dari awal melejit dengan film-film mereka yang berlatar belakang syiah
dan bertema humanis. Ambil contoh : Children of Heaven, Baran, ect.
Mau tidak mau kita memang harus
mengakui bahwa film-film Iran berhasil merebut pasar muslim. Film-film mereka
memang menyentuh dan alamiah. Tetapi akhir-akhir ini film-film masyarakat
muslim pun mulai berkembang. Salah satunya kita salut dengan tembusnya film “
BILAL” di Hollywood. Salah satu film bagus menurut saya.
Salah satu sudut Madinah, medio April 2018 (doc.pribadi) |
Nah film Wajda sendiri adalah film
karya sutradara Haifaa al-Mansour. Perempuan asal Arab Saudi yang dikenal sangat
konservatif dalam perkembangan perempuan di muka publik. Bahkan saat saya umroh
di bulan Mei 2018 lalu, baru saja diumumkan diperbolehkannya perempuan menyetir
di jalan raya Arab Saudi. Meskipun saat saya di sana peraturan itu belum
diberlakukan. Tetapi peraturannya sendiri sudah turun.
Film ini berlatar belakang di Ryadh
dan menceritakan seorang anak perempuan bernama Wajda yang sangat ingin bisa
mengendarai sepeda. Suatu hal yang sangat langka. Karena perempuan di Arab
tidak lazim naik sepeda. Film bagus karena bercerita tentang semangat seorang
anak. Tentang perjuangan si Wajda karena usaha yang begitu besar mempelajari
al-Quran agar bisa mengikuti lomba Tilawatil Quran yang berhadiah uang tunai
senilai 1000 SR. Uang itu rencananya akan digunakannya untuk membeli sepeda.
Film ini menarik karena bercerita
tentang suatu kebiasaan yang tidak lazim di tanah Arab. Latar belakang konflik
keluarganya juga menambah bobot film ini. Meskipun satu hal yang perlu diingat
bahwa tradisi masyarakat Arab itu bukan berarti itu bagian dari ajaran Islam. Islam
sangat universal dalam menjabarkan tentang kasih saying, tentang hubungan
kekerabatan, tentang peran perempuan, tentang posisi anak perempuan, dsb. Yang
kadang ketika kita melihat suatu hal yang tidak pas di masyarakat Arab kita
lalu melihatnya sebagai bagian cacatnya Islam. Padahal bukan. Arab ya Arab,
Islam ya Islam. Masyarakat Arab belum tentu mewakili Islam. Dan itu fakta.
Film ini berkisah tentang protes
seorang laki-laki yang tidak mendapatkan anak laki-laki dari istri pertamanya. Protes
seorang perempuan yang merasa dirinya cantik. Protes seorang anak yang tidak
disebut dalam silsilah keluarga. Dan kisah persahabatan anak-anak yang murni. Saya
menangis dan tertawa menonton film ini.
Saya yakin mereka yang menonton film
ini pasti akan memilih untuk berdiskusi secara dalam tentang kedudukan
perempuan dalam masyarakat muslim. Bukannya berdebat tentang keburukan islam
dan kelemahannya.
Jadi, please don’t judge muslim hanya
karena sedikit keburukan masyarakat Arab. Saya sendiri melihat begitu bagusnya
ahklak penduduk Madinah. Majlis-majlis ilmu mereka di masjid Nabawi setiap
waktu Dhuha dan ba’da Ashar. Atau juga kecintaan mereka untuk menghidupkan
sunnah-sunnah Rasulullah. Tetapi saya juga melihat ketika seorang Arab merokok
dengan santainya dan minum dengan tangan kiri dan tak jauh dari mereka dua
orang bule duduk jongkok agar bisa meminum air dari botol yang mereka bawa.
Jadi bagaiman saya melihat film WAJDA
ini. Saya melihat bahwa inilah apa yang tersembunyi dari masyarakat Arab
terhadap tradisi mereka. Bukan tradisi islam tapi tradisi Arab. Mereka ingin
mendobrak itu tetapi tradisi tidak mungkin diubah hanya dengan sebuah film.
Saya yakin jika nilai-nilai Islam
diterima dengan sebuah kejujuran dan ketulusan hati dia akan menjadi sebuah
anugrah luar biasa bagi pemeluknya. Sebagaimana masyarakat Barat yang hari ini
berbondong-bondong memeluk Islam. Seperti yang saya alami, ketika umroh kami
barengan thowaf dan sya’I dengan satu rombongan besar ikhwan-ikhwan asal Eropa.
Jika kamu Muslim, kamu pasti bangga
menjadi seorang muslim dan bangga saat menjalankan ajaran Islam. Dan saya
berharap saya dan kamu bagian yang bangga itu. Aamiin.
Cerita di film yg menyentuh. Betul juga sebenarnya Arab adalah Arab, Islam adalah Islam, berdiri sendiri2. Tp knp ya Muslim Indonesia berpakaian seakan ingin menyamakan diri dengan orang Arab.Mana ya yg benar adab berpakaian laki2 Muslim Indonesia. Maaf kl OOT
BalasHapusnoted, makaasih mak nambah lagi referensi film yg harus ditonton..
BalasHapusAku pernah baca buku tentang kisah perempuan di Arab. Terus tercengang karena disitu tertulis based on true story. Gimana kehidupan hedonisme di sana, apalagi suaminya pada kaya-kaya tapi jarang ketemu, dll. Hiks sedih aja kalau disamaratakan Islam= Arab
BalasHapusFilm2 kayak gini tu beredarnya dimana ya mak? Itulah sebabnya aku ngurangi banyak banget berkelana di medsos. Yang nggak aku kurangi cuma nulis, share konten & nyari job.Status2 fb aja udah tinggal dikit banget yg ikut komen. WAG banyak yg keluar. Karena aku dah capek tiap hari lihat kalimat2 penuh kebencian thd sesama muslim. Aku lagi banyakin offline, ketemu orang beneran, yg ibadah langsung bareng2.
BalasHapusjadi penasaran seperti apa filmnya, ini ada translate bahasa Indonya kan kak? kalau soal Arab sendiri, ada satu novel yang ingin saya baca, judulnya permepuan terpasung, mungkin hampir sama yah mengngkat tema perempuan
BalasHapusArab terkenal dengan hedonisme nya, menurut salah seorang teman yang tinggal disana. Duh penasaraan deh sama filmnya.
BalasHapushai mbak..i'm christian tp juga ikut penasaran sama filmnya mbak. Ya mmg begitu mudahnya kita men-judge nilai agama dr kebiasaan banyak pemeluknya. sama sperti halnya kekristenan banyak diasosiasikan dg budaya barat
BalasHapusfilm2 yang dapat penghargaan di festival film emang biasanya bagus2 ya mak. cuma suka gak tau nontonnya di mana. kalau ada info bisa streaming film2 festival gini boleh dong dishare mak
BalasHapusAamiin..
BalasHapusSangat menginspirasi ya.. perjuangan seorang anak yang terus berusaha untuk mendapatkan sepeda.
Iya, kita memang bangga menjadi muslim, dan sebaiknya info-info yang kadang ada yang memlintir sedemikian rupa tentang muslim apalagi yang di Arab, kita kurangi.. kadang suka bikin sakit..
Mak, aku kepo dengan kelanjutan filmnya. Terus anak itu jadi nggak beli sepeda? kalau jadi kenapa kalau nggak ajdi kenapa? Kepo akut haha.
BalasHapusSama dg pertanyaannya MakLus di atas, kalo mau nonton film ginian nyarinya dimana ya MakIrul?
BalasHapusAaaak terima kasih Mak untuk rekomendasi filmnya. Ai lapyu full. Saya nunggu rekomen2 film bagus dari penikmat film sepertimu. 😍
BalasHapusBaru tau klo di Arab, perempuan gak lazim naik sepeda :( padahal sehat kan naik sepeda sekalipun di negeri padang pasir kayak Arab.
BalasHapusDari ulasan ini, aku pengin banget nonton filmnya bareng adik2ku. Biar termotivasi.
Aku belum pernah nonton film arab mba, jadi penasaran sama cerita endingnya ini.
BalasHapusMEngapa nggak bole naik sepeda ya perempuan arab, dan semua kisah protes tokoh-tokoh di dalamnya. Nonton dimana ini mba, pengen.
Setuju banget mba, Arab ya Arab, Islam ya Islam. Kadang suka misleading memang jadinya. Penasaran sama film ini, mau cari DVDnya ahhh..
BalasHapus